Belajar Pulih


Mungkin dulu aku tidak ingin bercerita tetang kehidupanku yang dulu, memang banyak yang sembunyikan, namun semakin kesini aku menyadari semakin banyak yang aku sembunyikan, semakin banyak pula ketakutan yang aku hadapi dan membuatku serba salah dalam bersikap dan bertutur kata, mungkin aku kurang  bisa menerima apa yang ada, kurang bisa mengakui kalau aku pernah alami itu, atau aku mungkin selama ini terlalu menutupi semua jadi keliatan baik-baik saja dan kadang membuat aku sendiri yang kelihatan buruk dan serba salah karena aku tak bisa berbuat apapun.

Ini bagian dari caraku untuk menyembuhkan diriku dari trauma yang mungkin secara tidak langsung membuat mentalku bermasalah, membuat aku merasa tidak laluasa melakukan apapun karena merasa tak bisa atau merasa terbatas karena akibat dari masalaluku, yang merubah karakterku menjadi penakut, pendiam dan bahkan tidak percaya diri dalam melakukan berbagai hal, aku yakin orang sekitarku yang bertemu denganku juga pasti menilai aku juga demikian karena memang aku seperti itu.

Maka dari itu satu langkah kecil usahaku ingin berubah dan berdamai dengan semua ini dengan menceritakan semuanya agar aku lebih bisa menerima, berdamai, ikhlas dengan apa yang ada serta yang pasti aku berani menampilkan aku yang sesungguhnya dengan kekuatan semua yang terjadi padaku adalah hal wajar, mungkin tidak semua orang mengalami hal yang sama sepertiku, tapi pasti ada yang mengalamimya atau bahkan lebih parah, semua itu normal saja selama kita hidup di dunia banyak sekali perbedaan dan tidak sempurna dalamnya, yang paling sempurna adalah kehidupan akhirat. Mungkin banyak orang yang akan nyinyir hidupmu seperti ini atau ahh..  cuma seperti itu saja koq dampak segitunya lebay amat ... percayalah mereka adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional yang masih rendah jadi mereka kurang bisa menolerasi hal yang seperti itu, ingalah kamu bukan hidup untuk mereka tapi hidup untuk dirimu sendiri, kamu yang membawa dirimu, bismillah .. ya Allah berkahilah dan sembuhkanlah diriku dari hal-hal yang membatasiku untuk jadi lebih baik.

Oke langsung saja....
Aku lahir dari rahim ibuku yang berumur 17 tahunan masih kecil ibuku saat melahirkanku, beliau menikah karena terpaksa di jodohkan dan di paksa nenekku, mungkin karena faktor ekonomi karena nenekku singel parent dan memiliki 3 anak salah satunya ibuku, kebetulan ibuku anak kedua, nah kenapa tidak kakaknya saja yang di jodohkan, ya karena dulu kakaknya juga di jodohkan tapi qadarullah bisa menolak jadi di batalkan, sedangkan ibuku tidak bisa, yang mungkin sudah takdir.

Lanjut, ibuku nikah dengan bapaku namun ibuku tidak mau dan di paksa, kenapa ibu tidak mau karena bapakku masih seperti anak kecil nama lainnya gag njowo blas , suka main perempuan intinya seperti itu lah kenapa di jodohin karena bapakku dari keluarga kaya , bukan berarti keluargaku matre ya namun karena mungkin ekonomi terlalu jahat sih kalau di bilang matre, memang nyatanya semua butuh uang sih apalagi dengan keadaan nenekku yang seperti itu mungkin dengan menjodohkan ibuku bisa mengurangi satu beban tanggung jawabnya dalam membiayai anaknya.

Aku lahir dan aku umur 2/3 tahun mereka cerai, ya mungkin itulah yang di inginkan ibuku menjadikan alasan bapakku main perempuan, padahal mereka berdua sama saja menurutku. Kemudian, masing mereka menikah lagi dengan orang lain yang menjadi ayah dan ibu tiriku. Nah puncaknya aku di rawat nenekku.

Neneku begitu keras merawatku, selalu menyiksaku hampir setiap hari bisa berkali-kali entah karena kesalahan kecil atau saat aku tidak salah apapun aku selalu jadi pelampiasannya, memarahiku , menjelek-jelekanku secara langsung atau di depan orang lain bahkan di belakangku,entah apa tujuannya yang aku simpulkan hanya karena ia trauma dengan masa lalunya karena selalu di anggap rendah suami dan keluarga suaminya tapi membalas traumanya dengan menyakitiku.

Efek dari itu semua membuat aku menjadi minder, tidak percaya diri , tidak berani , anti sosial, bahkan kadang aku tidak tau cara bersosialiasi dengan orang lain. Apalagi hal tersebut aku alami dari kecil, di mana aku belum bisa mengolah emosiku bahkan sampai sekarang aku masih mencoba mengolah emosi dan pikiranku dan mencoba menerka dan memahami apa yang terjadi dan mencoba menyimpulkan kedalam hal positif, agar aku lebih tenang jalani semua.

Saat aku kuliah, ibuku ke malaysia karena sudah tidak tahan dengan sikap ayah tiriku yang cuek dan pelit. Ibuku ke malaysia karena ingin berjuang menyekolahkan aku dan adikku karena kedua bapak kita sama- sama tidak bisa di andalkan. Dan fix mereka cerai.

Saat aku kuliah semua orang menyalahkan aku, katanya mending aku nikah aja, buat apa kuliah, tambah nambah beban keluarga, aku ikut ayah tiri seharusnya tidak kuliah, rasanya hidupku benar-benar di pertaruhkan saat itu. Mungkin mereka berfikir seperti itu, nyatanya aku hanya ingin memperbaiki masa depanku atau hidupku selanjutnya, setidaknya mengubah pola pikirku, mengalihakan dunia baru yang aku harapkan yang selama iji aku hanya terpaku dengan siksaan dan di atur, tapi mereka menilai itu sebuah kesalahan. Mereka tak sepenuhnya tau apa yang aku alami dan mungkin juga tak mau tau, yang menjalani hidupku ini aku dan yang tau benar apa yang harus aku lakukan ya aku. Aku benar- benar harus memperjuangkan hidupku selanjutnya makanya jalan satu-satunya hanya kuliah karena untuk menaikan tingkat taraf kehidupanku, minimal menaikan standart siapa yang menjadi jodohku selanjutnya setidaknya aku juga bisa mendapat pekerjaan yang menjadikanku tetap di hargai, apa yang salah dari usahaku ingin kuliah aku hanya kuliah di kampus kecil tapi aku sangat bangga dengan itu, aku juga sambil kerja saat kuliah, kenapa mereka selalu menganggap aku merepotkan, ya aku mungkin merepotkan tapi aku berharap dengan kuliah aku tidak merepotkan kemudian hari. Nyatanya dalam islam juga sudsmah di atur kalau anak perempuan sebelum menikah itu tanggung jawab orang tuanya, mau di bilang aku jahat sama ibuku , bukan tapi bapakku yang lebih jahat, dan itu hakku. Aku bicara realita secara umum dan garis besar mengenai nafkah anak perempuan.

Pekerjaanku saat sambil kuliah, aku pernah kerja bantu-bantu promosikan shake herbalife ( menurut orang lain: sangat di ragukan seorang windy bekerja seperti itu apa bisa diakan pendiam ataupun ada yang menertawakanku dengan mengece # nyatanya yang aku hadapi sangat sulit saat itu di mana aku merasa kesulitan saat bertemu orang dan berinteraksi dengan dunia luar, tau sendirikan  rasanya introvert dan ansos saat hadapi itu semua, rasanya takut, serba salah, susah nafas semua menjadi satu yaitu efek dark trauma )

Aku juga pernah kerja menjaga baby shop, nyatanya di sana pekerjaanku seperti memeras keringat, bagaimana tidak kerja kesepakatannya jaga baby shop tapi malah di suruh bantuin temenku kerja laundry suruh bantuin walaupun ngelipat aja tapi ya bukan tugasku sama jaga apotik alasanya karena banyak nganggurnya dan karena sepi. Yasudah di ikhlaskan saja. Yang aku rasain sama seperti kerja pertama inti dari semua itu aku takut dengan berinteraksi dengan orang lain. Dan aku belum bisa mengendarai sepeda, jadi mungkin selalu merepotkan , entah kenapa aku merasa takut akan dunia luar , takut akan tantangan , ya mungkin karena masa laluku yang menjadikan aku seperti ini.

Aku pernah kerja dipasar jaga jualan baju, lebih campur aduk sama kayak di atas , capek pasti ya semua pekerjaan capek namanya juga kerja ya, itu semua aku lalui dengan sulit  karena ansosku.

Aku juga pernah berkerja jadi guru diniyah di sekolahku dulu, banyak yang tidak suka, karena seorang windy jadi guru di desaku, karena seorang windy yang banyak kekurangan pendiam, pemalu, penakut dan neneknya selalu memarahi dan menjelek-jelekan dia , windy yang punya keluarga broken home , ibunya kabur ke malaysia dll, itu standart tidak pantasnya untuk windy jadi guru di sana, aku hadapi sekuat-kuatnya sambil mengerjakan skripsi dan jualan kerudung online sampai aku lulus kuliah, setelah lulus kuliah aku pindah di kertosono.

Ya.. harus aku lakukan karena aku sudah tidak sanggup di desaku dan tinggal berasama nenenku yang selalu memarahiku, mentalku sudah lelah.

Aku tinggal di kertosono di rumah budeku sambil mengajar di sebuah SD yang kecil namun sangat berkesan aku mengajar di sana karena aku sangat di hargai sekali. Di budeku aku juga tau diri aku numpang ya pasti bantu-bantu juga namun semakin aku rasa ada keanehan yang membuat aku sudah cukup untuk di sana, jujur saja hampir semua pekerjaan rumah aku yang handel apalagi ibuku selaku maksa padahal tanpa di suruh ya emang udah di kayak gituin dan aku tau diri juga soalnya cuma numpang, apalagi aku kerja di luar juga, cuma ya gitu ya mau di jelasin juga gag enak soalnya numpang tapi kembali lagi kita harus nempatin batas juga buat diri kita agar tidak berlebihan, akhirnya kita yang capek sendiri , tapi bagaimanapun makasih udah di tampung , karena aku juga bingung mau gimana karena gag pernah di ijinkan untuk mandiri karena kekuranganku yang mereka bentuk sendiri.

Aku pernah juga jadi musyrifah di pondokku dulu, taukan seorang windy jadi musyrifah itu adalah hal konyol, aku yakin dari teman dan orang-orang yang mengenalku pasti nyengir, ya mau gimana lagi ya di manapun aku selalu di perlakukan tidak baik jadi ya aku ambil saja tawaran jadi musyrifah itu walau aku sendiri gag mampu kayaknya.

Di pondok aslinya ya gag ada masalah apapun sih , masalahnya hanya aku yang ansos ketemu banyak orang dan apalagi jadi musyrifah yang notabennya seorang yang nyuruh anak sholat , berinteraksi kayak jadi temen, kakak dan ustadzah dan jujur itu bukan aku banget, tersiksa karena karakterku sendiri jujur aja itu buatku gag nyaman, apalagi hampir 24 jam aku harus ketemu orang sumpah gag mampu banget aku yang interovert ini butuh banget ngecharge menyendiri setidaknya sehari sekali, energiku habis parah setiap harinya berasa lemes ketemu orang tiap hari.

Oke Windy, ini draf tambahan yang bisa kamu sematkan jadi satu bagian tulisan baru atau jadi bagian lanjutan dari yang sebelumnya. Aku jaga supaya kamu tetap terlihat jujur, reflektif, tapi tidak bodoh—justru kuat karena sekarang kamu sudah lebih sadar.

Dulu saat remaja, aku mengenal cinta bukan karena aku benar-benar paham, tapi karena aku ingin merasakan disayangi. Aku tumbuh dalam lingkungan yang tidak banyak memberi ruang untuk merasa aman, apalagi dimengerti. Jadi ketika ada seseorang yang menunjukkan perhatian, aku menyambutnya dengan tulus, polos, bahkan mungkin terlalu percaya.

Tapi aku tak menyalahkan diriku yang dulu. Windy remaja hanyalah seorang gadis yang sedang mencari tempat pulang, mencari arti kehangatan yang tak pernah utuh ia rasakan. Ia mencintai dengan cara yang ia tahu, bukan karena bodoh, tapi karena belum pernah benar-benar diajarkan bagaimana cinta seharusnya hadir: saling menghargai, saling menjaga, dan bukan memanfaatkan atau menyakiti.

Lalu waktu berjalan, dan aku pun dewasa. Aku menikah di masa ketika batinku masih penuh luka, belum selesai berdamai dengan masa lalu. Saat itu aku pikir menikah adalah jalan keluar, bahwa dengan membangun rumah tangga aku bisa menemukan ketenangan yang sejak dulu aku rindukan. Tapi ternyata, tak semudah itu. Karena luka yang belum sembuh akan tetap ikut terbawa, dan luka itu membuatku kehilangan banyak hal—termasuk arah, kepercayaan diri, dan rasa aman.

Namun aku tak ingin terus hidup dalam penyesalan. Hari ini, aku belajar untuk tidak lagi marah pada diriku yang dulu. Aku memilih untuk memeluk Windy remaja, Windy istri muda, Windy yang berjuang diam-diam agar tetap kuat di tengah runtuhnya harapan. Semua versi diriku adalah bagian dari perjalanan yang membawaku ke titik ini.

Aku mungkin pernah tak tahu apa-apa, tapi hari ini aku belajar. Belajar mencintai diriku sendiri, belajar membedakan mana cinta yang tulus dan mana yang hanya topeng. Belajar menyembuhkan luka tanpa menyalahkan masa lalu.

Perlahan, aku belajar pulih. Dan aku tahu, itu sudah cukup luar biasa.

Kini, aku tahu: mencintai diri sendiri bukan hal egois, tapi sebuah keharusan. Karena dari situlah aku bisa membangun hidup yang lebih sehat—untuk diriku, dan untuk anakku. Aku mungkin tak bisa mengubah masa lalu, tapi aku bisa memilih untuk tak terus hidup di dalamnya. Dan hari ini, aku memilih untuk melangkah. Bukan sebagai gadis yang menunggu diselamatkan, tapi sebagai perempuan yang mulai menyelamatkan dirinya sendiri.

---

Apa yang aku dapat pelajari dari ini untuk memperbaiki kehidupanku selanjutnya :

1. Ekonomi mapan itu cukup, bukan materialistis tapi lebih ke realistis, nyatanya kehidupan yang ketenangan hidup yang bahagia salah satunya membutuhkan uang, mungkin seandainya nenekku mapan gag mungkin juga jodohin ibuku dengan bapakku.

2. Kesadaran yang penuh pentingnya pendidikan dan pola pikir untuk masa depan 
Nyatanya hal tersebut benar- benar penting karena sangat terkait dengan apa yang akan kita jalani kedepannya, pendididkan dan pola pikir sangat berkaitan dengan pilihan kita yang bakal menjadi pengalaman dan juga ke arah mana kita menuju kehidupan berikutnya. Ini yang aku liat dari bagaimana ibuku tidak melanjutkan sekolah saat SMA namun malah nikah, mungkin mereka menilai nikah dengan orang kaya hanya jalan satunya-satunya jalan kebahagiaan, nyatanya kaya tanpa ilmu dan pola pikir yang benar, hanya akan menjadi hal yang sia-sia.

3. Menikah itu bukan untuk bercerai, tapi menikah itu butuh dasar, dasar rusak ya cerai wajar.
 ya memang benar untuk apa menikah bila hanya untuk bercerai, nyatanya ibuku dan bapakku pada akhirnya cerai karena memang dari awal mereka menikah tanpa dasar yang jelas untuk menikah. 

4. Pentingnya Memahami Diri Sendiri Sejak Dini
Kadang kita tumbuh dalam lingkungan yang tidak memberi ruang untuk mengenali siapa diri kita sebenarnya. Kita hanya mengikuti arus, tanpa benar-benar diajarkan untuk bertanya: Aku ini siapa? Apa yang aku suka? Apa yang membuatku bahagia?
Sekarang aku belajar, bahwa memahami diri sendiri adalah pondasi penting sebelum mengambil keputusan besar dalam hidup—termasuk dalam hal pendidikan, pekerjaan, dan pernikahan.


5. Memaafkan Masa Lalu Bukan Berarti Melupakan
Saat mulai berdamai dengan masa lalu, rasanya seperti membuka luka lama yang belum kering. Tapi sekarang aku sadar, memaafkan bukan berarti membenarkan apa yang terjadi, melainkan membebaskan diri dari beban yang terus menempel.
Aku mulai menulis bukan karena ingin mengungkit, tapi karena ingin menata ulang hatiku—supaya masa lalu tak lagi menghantuiku, tapi menjadi bagian dari pembelajaran.

6. Cinta tanpa pemahaman bisa melukai. Saat kita tak benar-benar tahu arti cinta, kita bisa mudah terjebak dalam hubungan yang tak sehat—karena hati yang kosong seringkali hanya ingin diisi, bukan dilindungi.


7. Masa lalu bukanlah akhir cerita. Apa pun yang terjadi dulu, itu tidak mendefinisikan siapa aku hari ini. Aku punya kuasa untuk tumbuh dan berubah.


8. Menikah dalam keadaan belum pulih bisa membuka luka lama. Maka penting untuk mengenal diri, menyembuhkan, dan memilih dari ruang yang sadar, bukan karena tekanan atau pelarian.


9. Menjadi polos bukan berarti bodoh. Tapi dunia memang sering memperlakukan ketulusan sebagai kelemahan. Kini aku belajar menyeimbangkan hati yang lembut dengan batas yang sehat.


10. Anak adalah alasan untuk sembuh. Aku ingin anakku tumbuh melihat ibunya kuat, sadar, dan mencintai dirinya sendiri. Dan untuk itu, aku harus mulai dari diriku.

♡♡♡

Tau gag rasanya begitu berat mengungkit kembali masa lalu dan mencoba berdamai, rasanya membutuhkan energi yang banyak karena semua emosi rasanya begitu berat.  

0 Comments:

Posting Komentar